“Hellooooo,.. penyu sedang terancam punah dan kamu masih duduk berdiam diri? Let’s doing something! save the sea turtle ”
Keanekaragaman habitat perairan laut Indonesia (yang memiliki pesisir sepanjang 81.000 km, terdiri dari 17.508 pulau) telah menjadi tempat hidup 6 dari 7 spesies penyu yang ada di dunia
Penyu adalah navigator yang sangat baik. Seringkali bermigrasi di jarak beratus-ratus atau bahkan ribuan KM antara daerah tempat makan dan bertelur. Penyu menghabiskan waktunya di laut tapi induknya sewaktu-waktu kembali ke darat untuk bertelur. Induk penyu bertelur dalam siklus 2-4 tahun sekali, datang ke pantai 4-7 kali untuk meletakkan ratusan butir telurnya dalam satu kali musim bertelur. Setelah 45-60 hari masa inkubasi, tukik (anakan penyu) muncul dari dalam sarangnya dan langsung berlari ke laut untuk memulai kehidupan sebagai binatang pelagik dan bergerak mengikuti arus. Ketika masa dewasa tiba setelah beberapa dekade, mereka bergerak masuk dan keluar dari berbagai lautan dan perairan pantai. Keberadaannya di lautan terbuka masih merupakan misteri yang belum terungkap sampai saat ini. Tingkat keberhasilan hidup sampai usia dewasa sangat rendah, sementara para ahli mengatakan bahwa hanya sekitar 1-2 % saja dari jumlah telur yang dihasilkan.
Perairan Indonesia sangat kaya akan spesies ikan, reptil dan mamalia, seperti penyu salah satunya. Dari tujuh jenis penyu yang ada di dunia, Indonesia memiliki enam jenis penyu yang terdiri dari penyu hijau, penyu lengkang, penyu tempayan, penyu belimbing, penyu pipih, dan penyu sisik dengan karapas atau batok kulitnya yang sangat indah.
Perairan Sangalaki, Berau, Kalimantan Timur, merupakan salah satu habitat terbesar penyu-penyu di Asia. Namun, dalam 20 tahun terakhir jumlah penyu sudah jauh berkurang, bahkan hanya tersisa sekitar 10 persennya saja. Kesimpulannya, penyu-penyu itu sudah terancam punah.
Karena nyaris punah, oleh pemerintah hewan ini kemudian dilindungi dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990. Badan Konservasi Alam dan Sumber Daya Alam Internasional (IUCN) juga memasukkan penyu dalam daftar merah satwa yang sudah terancam punah. Alhasil, perburuan penyu, telur, dan memperdagangkan bagian-bagian penyu sama sekali dilarang.
Tapi, di berbagai tempat, penyu ternyata masih diburu dan dibantai hingga detik ini. Di Bali, misalnya, pembantaian penyu paling marak terjadi di daerah Tanjung Benoa. Lembaga Penyelamat Satwa Pro-Fauna mencatat, puncak pembantaian penyu di Bali terjadi tahun 1999 hingga 2000, dimana 27 ribu penyu dibantai untuk dikonsumsi. Hewan ini dibunuh dan diambil dagingnya untuk disate. Banyak pula pedagang ilegal penyu berlindung di balik kepentingan upacara adat,
Harga seekor penyu berkisar Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta. Dagingnya saja dijual seharga Rp 25 ribu per kilogram, sedangkan kulit yang sudah kering biasanya dijual mencapai Rp 80 ribu per kilogram. Tidak heran jika populasi penyu dalam 10 tahun terakhir menurun drastis. Penyebabnya tak lain praktik perburuan liar dan kian rusaknya lingkungan pantai.
Hasil investigasi Pro-Fauna menyebutkan, setiap tahun sekitar 1.000 ekor penyu dibantai di pesisir pantai Pulau Jawa. Satwa langka itu diawetkan, dimakan telur dan dagingnya, atau dicari karapasnya untuk bahan suvenir.
Maraknya perdagangan ilegal penyu bukannya dibiarkan. Upaya menyelamatkan penyu dari pembantaian dan perdagangan gelap antardaerah dan antarnegara terus dilakukan banyak pihak. Namun, seiring dengan banyaknya permintaan, berbagai cara pun terus dilakukan pengusaha untuk mengelabui petugas.
Di Bali, misalnya, banyaknya wisatawan yang tergiur dengan sate atau sop penyu, sehingga pasokan daging penyu ke daerah wisata ini masih menjadi yang terbesar. Dalam tiga tahun terakhir, tercatat ada 12 kapal yang tertangkap mengangkut penyu ke Bali.
Ada berbagai modus penyelundupan penyu. Kalau sebelumnya penyu biasa dibawa hidup-hidup oleh nelayan, belakangan ini mereka lebih memilih membawanya dalam bentuk daging. Penyu-penyu dipotong di tengah laut, dagingnya dibagi-bagi dalam ukuran kecil sehingga petugas kesulitan mengidentifikasi.
Perlindungan terhadap penyu memang sulit dilakukan. Alasannya, masih banyak pihak yang menggantungkan hidup dari eksploitasi penyu. Di Sukabumi, operasi terhadap pengusaha dan pedagang telur penyu sempat menuai sukses. Pengusaha telur penyu terbesar, Adang Gunawan dan sejumlah pengecer telur penyu menjadi tersangka. Namun, polisi setempat kemudian menghentikan penyidikan.
Di Samarinda, Kalimantan Timur, lain lagi ceritanya. Pekan lalu, dua orang pedagang divonis bersalah pengadilan karena terbukti memperdagangkan telur penyu yang dilindungi undang-undang. Tapi, ironisnya, di sepanjang jalan kota ini, praktik perdagangan telur penyu masih berlanjut hingga kini.
Penyu adalah binatang purba yang perkembangbiakannya sangat lambat. Ia baru bereproduksi setelah berumur 30 tahun, atau sama dengan sepertiga dari umur rata-rata penyu. Tapi, dari setiap 1.000 tukik yang menetas, hanya ada satu yang akan hidup hingga dewasa. Maka, tak ada pilihan lain, kecuali menyelamatkan penyu dari kepunahan akibat predator paling berbahaya, yaitu manusia.( SCTV)
Di habitat alaminya, penyu mengalami siklus bertelur yang beragam, dari dua-delapan tahun. Tidak banyak regenerasi yang dihasilkan seekor penyu. Dari ratusan butir telur yang dikeluarkan oleh seekor penyu betina, paling banyak hanya belasan yang berhasil sampai ke laut kembali dan tumbuh dewasa. Tingkat keberhasilan penyu dapat bertahan hidup di laut kira- kira 1 % tanpa adanya gangguan manusia.
Musuh utama dari telur dan tukik selain manusia adalah burung berukuran besar, babi hutan, anjing, biawak dan kepiting. Begitu masuk ke dalam laut mereka akan menghadapi bahaya- bahaya dari ikan berukuran sedang sampai besar
Meski diakui banyak predator atas telur penyu seperti babi hutan , biawak dan anjing namun manusia musuh utama karena mengambil keseluruhan telur yang berada dalam lobang. Kalau biawak, babi hutan dan pemangsa lainnya itu alami dan hanya mengambil sesuai dengan kebutuhannya, tapi kalau manusia begitu menemukan lubang telur penyu pasti seluruhnya diambil. Secara formal Pemerintah Indonesia telah berusaha melindungi penyu laut dari kepunahan dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 tantang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa
Menurut WWF Indonesia diperkirakan setiap tahun sekitar 100.000 ekor penyu hijau (Chelonia mydas) dibunuh dikepulauan Indo-Australia.
Menurut IUNC Redlist spesies penyu hijau (Chelonia mydas) masuk dalam kategori Critically Endangered sedangkan penyu belimbing (Dermochelys coriacea) masuk dalam kategori Vulnerable.
Permasalahan yang dihadapi
Perburuan dan eksploitasi ilegal
Para peneliti memperkirakan setiap tahun sekitar 30.000 penyu hijau ditangkap di Baja, California dan lebih dari 50.000 penyu laut dibunuh di kawasan Asia Tenggara (khususnya di Bali, Indonesia) dan di Pasifik Selatan. Di banyak negara, anak-anak penyu laut ditangkap, diawetkan dan dijual sebagai cendera mata kepada wisatawan.
Cuaca buruk mengancam populasi penyu
Kondisi cuaca buruk membahayakan populasi penyu, bayi penyu yang lahir akibat peningkatan hujan yang signifikan. Data dari pusat pembiakan penyu mengungkap bahwa ada 20.515 telur gagal menetas dari 54.228 telur yang dimonitor. Situasi ini merupakan akibat dari meningkatnya kelembaban tanah seiring dengan naiknya curah hujan. Kelembaban yang tinggi itu membuat banyak telur membusuk. Pemanasan global berdampak pada sex ratio alami dari tukik yang menetas, akan meningkatkan frekuensi kejadian cuaca yang ekstrim yang dapat meningkatkan kemungkinan wabah penyakit pada penyu.
Pencemaran dan penyakit
pencemaran air laut termasuk juga diakibatkan oleh sampah plastik, sampah alat tangkap ikan, tumpahan minyak dan berbagai macam sampah yang dapat berdampak langsung terhadap penyu baik karena tertelan maupun tersangkut. Pencemaran cahaya juga akan mengakibatkan perubahan perilaku peneluran penyu dan disorientasi tukik, yang menyebabkan kematian pada tukik itu sendiri. Pencemaran secara kimiawi akan berdampak pada menurunnya tingkat kekebalan tubuh pada penyu yang memudahkan mereka terserang penyakit.
Gangguan Habitat Penyu
Menurunnya populasi penyu di alam selain diakibatkan oleh terjadinya tingkat pemanfaatan yang karang terkendali dan bertentangan dengan kaidah-kaidah pengelolaan SDA hayati yang terperbaharukan. Pertentangan ini antara lain: penangkapan dan pembantaian secara berlebihan dengan menggunakan alat-alat tombak, panah, dan faring. Di samping itu adanya gangguan terhadap terumbu karang dan padang lamun sebagai habitat penyu, wilayah pesisir pantai sebagai tempat bertelur, dan adanya berbagai kegiatan pembangunan yang dapat menurunkan daya dukung lingkungan, misalnya: pembangunan hotel, tambak, pelabuhan, pengerukan dan penambangan pengeboran minyak lepas pantai.
Bagaimana caranya untuk berpatisipasi dalam konservasi penyu? Ini dia caranya., aksi personal yang bisa kita lakukan dalam upaya menyelamatkan penyu versi pemikiran mitha :
Berbagai upaya juga telah dan akan dilakukan guna menyelamatkan hewan yang kini mulai langka itu oleh intansi yang berwenang, diantaranya mengajak masyarakat yang berada di sekitar habitatnya untuk ikut menjaga dan mengurangi pengembilan telur-telurnya. Masyakarat akan suliat dilarang untuk pengambilan telur penyu karena hal itu merupakan salah satu sumber mata pencaharian masyarakat . Oleh karena itu mengajak untuk mengurangi saja sehingga ada sebagian dari telur itu yang menetas merupakan salah satu upaya dalam rangka pelestarian penyu.
Sumber :WWF Id, Profauna, SCTV.
Artikel lainnya
Kura-kura moncong babi
Modified bacteria become a multicellular circuit